Khusus, saya ingin sedikit menyoroti fenomena supporter sepak bola di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Fenomena ini begitu menarik untuk ditulis oleh saya karena ada beberapa hal yang sedikit diluar nalar saya, yakni:
1. Atribut Supporter
Kalau anda pernah menonton pertandingan-pertandingan sepakbola Liga Indonesia di stadion atau televisi pasti akan menemukan sebuah kerumunan manusia di tribun barat dan timur. Di tribun-tribun inilah semua kelompok supporter sebuah klub berkumpul untuk mendukung klubnya masing-masing. Ada S-Man untuk Sriwijaya FC, JakMania untuk Persija, Aremania untuk Arema Malang, Bobotoh untuk Persib Bandung dan sebagainya. Tidak sampai disitu saja, salah satu hal mencolok yang membedakan mereka dengan supporter lainnya adalah atribut yang mereka pakai. Ada dari mereka yang memakai syal, topi, jersey klub sampai rela mengecet seluruh tubuhnya dengan warna klub idolanya. Di samping itu mereka juga memakai warna yang sama sesuai warna klub di setiap pertandingan sehingga terciptalah sebuah kumpulan warna besar yang mencolok untuk dipandang mata.
Sampai disini, mungkin bagi anda tidak ada yang salah tapi beda halnya jika saya melihatnya. Saya adalah salah satu dari sekian banyak pecandu bola di Indonesia dan sangat mencintai salah satu klub dari daratan Eropa. Ketika saya mencoba untuk berpikir secara rasional dalam menyikapi hal tersebut, bukan sebuah solusi yang saya dapatkan akan tetapi sebuah rasa berbeda dari apa yang saya sebut sebagai “HAL YANG IDEAL”. Mungkin karena telah terlalu banyak menonton pertandingan sepakbola diluar negeri, maka tanpa disadari tercipta budaya yang sama pula dengan mereka.
Ketika saya menonton pertandingan sepak bola diluar negeri, saya jarang bahkan hampir tidak pernah menemukan sekelompok supporter memakai atribut klub secara berlebihan. Memakai jersey klub, jeans, sneaker, syal dan kadang-kadang jaket sudah cukup bagi mereka di sana. Tidak ada yang perlu ditonjolkan dari penampilan tersebut selain kecintaan yang mendalam di hati mereka. Di kesempatan lain, pemakaian atribut sebuah klub secara berlebihan memang dianjurkan untuk beberapa pertandingan besar saja, seperti ajang Piala Dunia, final kejuaraan atau final liga tertentu dan pada dasarnya tidak untuk pertandingan reguler Liga Nasional. Anda bisa buktikan jika anda menonton Liga Inggris, Liga Spanyol, Liga Jerman, Liga Italia dan sempatkan mata anda untuk melihat sejenak atribut-atribut supporter disana.
Masalah banner-banner yang bertebaran diseantero stadion Indonesia juga sedikit menganggu saya. Banner-banner tersebut bukan berukuran kecil namun berukuran sangat besar dan lebar. Sepertinya ini luput dari perhatian pihak penyelenggara atau panitia pelaksana pertandingan. Sekilas hal tersebut sepele tapi tidak bagi sponsor-sponsor. Pihak sponsor membelanjakan uangnya bermiliar-miliar di Liga Indonesia untuk sekedar memajangkan produknya dilapangan dengan harapan pemirsa di rumah atau stadion tertarik untuk membeli produk mereka.
Nah, dengan adanya banner berukuran raksasa maka space atau ruang bagi sponsor untuk dilihat produknya olah masyarakat menjadi berkurang dan dapat menimbulkan pemindahan ketertarikan penonton untuk lebih membaca banner daripada papan iklan sponsor dipinggir lapangan. Sebagai bahan perenungan, Liga-Liga Utama Eropa telah menerapkan aturan-aturan tertentu yang memperbolehkan banner-banner untuk dapat masuk ke stadion. Bahkan Liga Inggris, melarang supporter untuk mempertontonkan banner berukuran besar dan persuasif selama pertandingan dan dengan pengecualian boleh dikibarkan sebelum atau sesudah pertandingan selesai. Tampak benar semua kepentingan supporter, penyelenggara dan sponsor dijamin karenanya anda tidak akan menemukan banner-banner raksasa bertebaran tanpa kontrol di stadion Inggris.
Untuk instrumen alat musik yang di Indonesia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari supporter sepakbola, di Eropa, beberapa kelompok supporter telah menghilangkan tradisi tersebut. Dimulai dengan Irriducibili Lazio di akhir 1980-an dengan tidak lagi menggunakan alat musik seperti terompet atau drum dan kemudian diikuti oleh kelompok-kelompok supporter lainnya di Italia. Di Inggris sendiri, tradisi alat musik telah lama hilang dan digantikan oleh nyanyian saja (anthem). Di Indonesia, anda dapat membuktikannya sendiri. Saya kadang bingung saya sedang menonton pertandingan sepakbola atau drum band.
Kemudian, tempat berkumpul suppoter Indonesia juga ingin saya soroti. Hampir seluruh supporter Indonesia berkumpul di tribun barat atau timur yang notabene lebih mahal sedikit daripada tribun utara atau selatan. Bukannya semangat anti-kemapanan menjadi simbol pergolakan supporter dunia. Di belahan dunia lainnya, tempat berkumpul para supporter justru dibagian yang paling tidak ingin ditempati oleh supporter Indonesia yakni, Tribun Utara dan Selatan. Alasan supporter di sana adalah semata-mata masalah uang disamping telah menjadi tradisi disana yang mengharuskan kelompok supporter fanatik harus berkumpul ditribun utara atau selatan.
Contohnya adalah Irriducibili Lazio yang tak akan pernah beranjak dari Curva Nord (Tribun Utara) dan rival utamanya CUCS Roma di Curva Sud (Tribun Selatan). Diantara mereka telah terjalin suatu perjanjian tak tertulis untuk tidak pernah meninggalkan tribunnya masing-masing selamanya. Oleh sebab itu, jika ada pertandingan Lazio maka tribun utara hanya untuk Irriducibili Lazio dan jika ada pertandingan Roma maka tribun utara akan kosong begitu juga sebaliknya. Begitu juga dengan kelompok supporter lainnya antara ultras Inter dan ultras Milan memiliki tempatnya masing-masing di tribun utara atau selatan sama halnya dengan ultras Torino dan Drughi Juventus. Satu hal yang telah menjadi hukum alam bagi persepakbolaan Italia adalah, ”TRIBUN UTARA DAN SELATAN HANYA MILIK ULTRAS” dan TRIBUN BARAT DAN TIMUR HANYA UNTUK SUPPORTER BIASA. Juga berlaku untuk supporter di Liga Inggris, dan Liga Spanyol.
2. Nama Klub Sepakbola Indonesia
Sebenarnya lebih menarik untuk membahas kondisi internal klub Indonesia (finansial, dukungan APBD Daerah, dan profesionalitas) daripada membicarakan nama klubnya itu sendiri. Tapi setidaknya hal nama telah menjadi sesuatu yang menarik buat saya. Mungin hampir 70 % klub sepak bola baik di Divisi Utama atau divisi dibawahnya yang memakai nama awalan Per-. Persija, Persita, Persib, Persitara, Persikota, Persema, Persebaya dapat diambil sebagai contoh mudahnya, selain itu singkatan juga banyak terdapat dalam kamus sepakbola kita mulai dari PSMS, PSM, sampai PKT. Hal itu sih nggak ada salahnya dan kata Sheakspeare, ”What is the name?”. Nama bukan menjadi sebuah hal mutlak disini. Walaupun singkatan tersebut kadang tidak cocok untuk di jabarkan, Persita mempunyai arti Persatuan Sepak Bola Tangerang namun kok bisa jadi Persita, huruf “i”-nya apa artinya? Atau hanya sekedar pelengkap untuk membuat singkatan tersebut lebih enak diucapkan dan dibaca. Coba anda tanyakan kepada supporter Fiorentina yang harus berdemo menolak perubahan nama Fiorentina ketika klub tersebut dinyatakan bangkrut dan harus mengganti namanya demi tuntutan profesionalitas di tahun 2002. Selain itu nama klub Indonesia juga sarat pemborosan kata, ketika kita menyebut Persija kita juga harus menyebutnya menjadi Persija Jakarta untuk memperjelas kata-katanya dan agar pihak awam mengerti bahwa Persija itu dari Jakarta, tapi kalau dijabarkan persingkatan maka Persija Jakarta akan manjadi Persatuan Sepak Bola Jakarta Jakarta. Dan berapa lama juga orang asing akan mengingat klub kita jika semua awalannya adalah Per- dari Sabang sampai Merauke. Akan lebih enak jika disebutkan Jakarta, Palembang, Medan, Tangerang, Surabaya. Selain nama daerah lebih terangkat juga menyederhanakan kerumitan.
SUPPORTER BOLA INDONESIA CENDERUNG TIDAK MAU MENERIMA KEKALAHAN.
Hal yang pasti terjadi saat team kebanggaannya menang adalah para supporter nya dengan bangga menyatakan bahwa team yang ia dukung adalah yang terbaik dari team-team yang lain, usai pertandingan dan berita beredar di media! komentar mereka sampaikan”Inilah team saya” yang menang dan berbagai ucapan -ucapan lain untuk menunjukkan betapa hebatnya team itu.
Liga Indonesia semakin hari semakin menunjukkan gregetnya, terlihat dari antusiasme supporter dalam memberikan dukungan kepada team kebanggaannya, tidak hanya laga kandang tetapi juga tandang, namun terkadang supporter tidak bisa hadir bersama untuk memberikan dukungan di dalam stadion karena berbagai sebab, mulai dari larangan dari pihak keamanan hingga jauhnya jarak kota yang mesti di tempuh oleh supporter menuju tempat team berlaga.
Namun itu semua tidak menjadi halangan, era informasi semakin berkembang, selain siaran televisi dengan mengadakan Nonton Bareng setiap informasi juga dapat dengan mudah di peroleh, dari media cetak hingga media elektronik, senang dan mengharukan.
Fanatisme Itu Penting,tapi lebih Penting Negara Kesatuan Republik Indonesia
Namun apa yang terjadi saat ini, kemenangan yang kita raih, kebanggaan yg kita raih hanya bisa di rasakan sesama, sementara pihak/supporter lain justru terkadang mencemooh kita, karena team mereka kalah dari team kita, malah yang lebih parah, team yang ia bela tidak bermain tapi justru ikut-ikut mencemooh dan menghina. agh,,,,bikin hati dan telinga memanas.
Dalam hati, eh siapa sih kamu? yang main siapa kok ikut-ikutan ribut, urusin aja tuh team kamu, g usah ikut campur sementara team kamu kayaknya masih terseok-seok(INTROPEKSI DONK)..ngaca,,,ngaca,,apakah team kamu sudah lebih baik.
Memang kenyataan yang terjadi saat ini demikian, mohon ke depan, jika memang yang bermain bukan team kamu, g usah ikut-ikutan, harapannya tidak lebih adalah agar tidak memancing emosi dari rekan-rekan kami, kita semua mengharapkan perdamaian, seyogyanya jika suasana sudah tenang tidak usahlah memantik emosi, dan mulailah terbiasa menerima kekalahan, ucapkan kepada yang menang dengan ucapan yang baik, tidak memantik emosi, percayalah, team kamu juga akan mengalami kemenangan, dan di saat itu juga kami akan mengucapkan selamat kepada team kamu.Salam Damai Supporter Indonesia.
KERUSUHAN SUPPORTER
Kerusuhan suporter cenderung meningkat dan semakin anarkistis. Pemicunya cukup kompleks, mulai dari fanatisme berlebihan kepada klub, soal wasit, kinerja panitia pertandingan, hingga minimnya sarana ekspresi suporter.
Polisi menghalau suporter Persebaya atau bonek yang memaksa masuk pintu timur Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (16/1/10). Bonek dihukum tak boleh saksikan laga tandang Persebaya hingga Januari 2014.
Demikian pengamatan dan rangkuman pendapat para suporter di sejumlah daerah, Jumat (19/3). Dalam lima bulan terakhir, kerusuhan suporter meledak di sejumlah tempat di Tanah Air, seperti Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, Surabaya, Solo, dan Makassar. Kekerasan suporter itu sudah di luar nalar dan akal sehat. Mereka pergi menonton sepak bola seperti akan berangkat tawuran, dengan membawa senjata tajam.
Polisi, misalnya, menahan 15 dari 38 suporter Persija, ”The Jakmania”, saat Persija kalah dari tamunya, Persipura. ”Kalau ada suporter yang melanggar hukum, kami dukung polisi. Sekali dibiarkan, mereka akan berulah lagi,” ujar Rico Rangga Mone, Ketua Harian Jakmania.
Pendukung Persebaya alias bondo nekat (bonek) memiliki slogan yang amat mengerikan, ”Salam Satu Nyali. Wani!” Slogan ini sengaja dibuat untuk memotivasi bonek agar lebih berani dan nekat membela timnya.
Kenekatan, kata Pembina Yayasan Suporter Surabaya (YSS) Wastomi Suhari, menjadi pilihan para bonek, bahkan ketika tahu nyawa merekalah taruhannya. ”Bagi anak-anak muda pendukung Persebaya, semakin banyak luka yang mereka punya semakin bangga mereka,” kata Wastomi.
Selain faktor fanatisme suporter kepada klubnya, kinerja panitia pertandingan turut memengaruhi perilaku suporter. Sekretaris Jenderal Bomber Persib Nefi Effendi dan Ketua Viking Persib Heru Joko menyoroti kurang maksimalnya kinerja panitia dalam mempersiapkan sebuah laga. Heru mengeluhkan orientasi panitia penyelenggara pertandingan yang lebih mengejar keuntungan semata dan mengabaikan pelayanan kepada penonton.
Lemahnya kinerja panitia pertandingan itu terlihat saat Persik Kediri menjamu Persib Bandung di Stadion Brawijaya, Kediri, 9 Februari. Saat itu seorang suporter tewas terjatuh dari tembok tribun stadion dan empat orang lainnya luka serius. Sebelum jatuh dan tewas, korban berkelahi dengan sesama suporter Persik atau ”Persikmania”.
Perkelahian dipicu oleh kondisi stadion yang sesak karena diisi lebih dari 22.000 penonton atau melebihi kapasitas normal stadion yang hanya mampu menampung 15.000 orang. Membeludaknya penonton karena panitia menjual tiket melebihi kapasitas stadion dengan potongan setengah harga.
Kondisi infrastruktur stadion yang tidak layak ikut mempermudah suporter berbuat rusuh. ”Setiap pertandingan kandang kami selalu mengimbau dan memeriksa anggota untuk tidak membawa batu atau benda-benda berbahaya lainnya,” ujar Eko Satriyo, Wakil Sekretaris Jenderal Brajamusti, kelompok suporter fanatik PSIM Yogyakarta.
”Tetapi, saat di dalam stadion, mereka bisa mudah memperoleh batu dengan memecah ubin atau bagian-bagian stadion lain yang memang kondisi fisiknya memungkinkan untuk dijadikan batu,” ujar Eko. Pada 12 Februari saat PSIM menjamu PSS Sleman di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, meletus kerusuhan di dalam dan di luar stadion.
Sejumlah suporter mengatakan, awal mula kerusuhan itu hanya saling lempar botol air mineral, batu, dan saling ejek antarsuporter. Eskalasi kerusuhan meluas setelah polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah suporter. Puluhan orang dilaporkan terluka akibat gas air mata itu serta lebih dari 50 kendaraan roda dua dan empat rusak.
Sejumlah suporter mengatakan, awal mula kerusuhan itu hanya saling lempar botol air mineral, batu, dan saling ejek antarsuporter. Eskalasi kerusuhan meluas setelah polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah suporter. Puluhan orang dilaporkan terluka akibat gas air mata itu serta lebih dari 50 kendaraan roda dua dan empat rusak.
Menurut Eko, kerusuhan suporter bukan seratus persen kesalahan suporter. ”Ada sistem pembinaan sepak bola yang salah. Kalau sepak bola dijalankan sesuai dengan aturan, misalnya wasit adil dan profesional, saya yakin tidak akan ada keributan,” katanya.
Semangat kompetisi sepak bola yang seharusnya berproses dari pembinaan menuju prestasi, sekarang menjadi terbalik, prestasi dulu baru pembinaan. Ini membuat banyak klub menempuh jalur instan untuk mencapai prestasi,
CONTOHNYA SAJA BONEK
Dari sekian kasus kerusuhan suporter, fenomena suporter Persebaya Surabaya atau biasa dikenal dengan sebutan bonek sangat menyita perhatian. Salah satu kerusuhan yang melibatkan mereka adalah saat mereka ingin menyaksikan laga tandang Persebaya melawan Persib di Soreang, Bandung, 23 Januari.
Meski Komisi Disiplin PSSI melarang bonek menonton laga itu, suporter Persebaya tetap berangkat ke Bandung. Sebagian besar naik kereta. Dalam perjalanan, mereka menganiaya wartawan di Solo dan menjarah pedagang kaki lima di Kulonprogo, Yogyakarta. Kerusuhan akibat lawatan bonek itu merenggut nyawa bonek karena terjatuh dari kereta dan menelan kerugian material lebih dari Rp 1 miliar.
Wastomi mengaku sewaktu kecil hidup menggelandang dari Malang ke Surabaya, meniru suporter lain. ”Biasanya yang anak belasan tahun berangkat ke stadion tanpa alas kaki, bergelantungan di mobil, dan manjat stadion. Saya juga begitu. Modalnya hanya nekat,” ungkapnya.
Para bonek juga terbiasa membohongi keluarganya guna menonton Persebaya bermain di kandang. ”Tentu waktu kecil harus berbohong karena enggak mungkin bilang ke orangtua. Mana ada orangtua kasih izin kalau tahu anaknya nekat,” ucap Fajar Isnu (24), yang sejak kecil sudah menonton Persebaya bermain kandang ataupun tandang.
Meskipun nekat, menurut Wastomi, bonek hanya bereaksi ketika diprovokasi. Pada kasus pelemparan batu di Solo, misalnya, Wastomi bersikukuh bahwa mereka diprovokasi sehingga akhirnya membalas lemparan batu. Kasus penjarahan oleh bonek juga umumnya dilakukan segelintir orang. Wastomi menyebutkan, ada juga kelompok yang hanya memanfaatkan kesempatan dengan menggunakan atribut bonek.
Bonek sendiri datang dari beragam profesi, seperti mahasiswa, wirausaha, dan pegawai negeri sipil. Di YSS, misalnya, setidaknya ada kelompok bonek mahasiswa, bonek motor, bonek Sawunggaling, dan bonek 89 yang diisi banyak penganggur
KESIMPULAN DARI SAYA
Saya rasa mereka lebih banyak menghujat kelompok lain tanpa mereka sadari bahwa kelompok mereka tidak lebih baik dari yang lain atau justru biang provokator yang tidak menggunakan “OTAK” sebagai manusia mulia.
Tidak ada pembatas antara Supporter dan Pemain, akankah sepak bola Indonesia seperti di Premiere League?
Silahkan anda membela dan mengatakan kelompok anda sebagai yang terbaik, tapi beranikah anda mengatakan dan mengaku salah jika kelompok anda melakukan kesalahan yang merugikan banyak pihak? …
Sampai saat ini permusuhan masih terjadi, dan apa penyebabnya? penyebabnya adalah dari diri kita sendiri yang masih mengutamakan fanatisme tolol dengan membangga-banggakan diri.
Apakah bisa PSSI, Kepolisian bahkan Presiden membuat Supporter Indonesia menjadi akur dan damai? jawabannya tidak, dan hanya kita sendiri yang bisa membuat antar Supporter yang bertikai damai.
Hentikan hujatan-hujatan, mari berdamai, semoga kelak stadion dan lapangan tidak lagi ada pembatas dan lintas maraton. Salam Damai Supporter Indonesia.
Dikutip dari :
http://www.supporter-indonesia.com/fenomena-kerusuhan-supporter-indonesia.html
http://www.supporter-indonesia.com/hai-supporter-belajarlah-menerima-kekalahan.html